Jumat, 13 Januari 2012

karya seni rupa

Senin, 26 Juli 2010


KARYA SENI RUPA NUSANTARA DUA DIMENSI Kelas X


Karya seni rupa dua dimensi ( Dwi Matra ) adalah karya seni rupa yang diciptakan pada bidang datar. Jadi karya seni ini hanya dibatasi oleh panjang dan lebar ( punya dua ukuran yaitu panjang dan lebar ). Karya seni rupa dua dimensi Nusantara biasanya berbentuk ragam hias atau ornamen yaitu dibuat untuk mendukung meningkatkan kwalitas dan nilai pada suatu benda atau karya seni. Biasanya ragam hias Nusantara banyak ditempatkan pada artefak yaitu benda-benda budaya atau perhiasan atau alat-alat perang yang diturunkan melalui penggalian atau penelitian arkeologi .

Artefak kemudian lebih menunjukan pada hasil atau jejak yang terlihat sebagai kekayaan budaya.




1. Seni hias Aceh umumnya memakai bentuk-bentuk ilmu ukur , tumbuh-tumbuhan atau ruang angkasa ( kosmos ). ragam pilihan berganda terdiri dari susunan huruf S berdasar ilmu ukur. Seni ukir dan seni tenun Aceh banyak menggunakan bentuk tumbuhan.


2. Seni hias batak Toraja biasanya menggunakan singga-singga sebagai ragam hiasnya, hiasan ini dimaksudkan sebagai penolak bala dan penjaga keselamatan pemiliknya. Untuk ragam hias Batak karo menggunakan ragam hias reret ( cicak )

3. Ragam hias Limpapeh
melambangkan kaum ibu yang berbudi luhur sumber moral di tengah masyarakat , ragam hias ini menggunakan bentuk bungayang sedang mekar . Ragam hias biasanya ditempatkan pada rumah rumah adat, batu , pakaian atu logam.


4. Ragam hias Riau biasanya menggunakan ukiran ayam berlaga yang ditempatkan pada anak tangga pintu masuk rumah. Setiap orang yang naik turun rumah, pasti sebagai perlambang bahwa orang Riau tidak suka pada percekcokan dan permusuhan.

5. Hiasan lamabng tiga A dari sepasang gading gajah selalu menghiasi rumah rumah di Jambi . Lambang Tiga A berarti Asih , Asuh dan Asah yang bermaksud saling mengasihi , melindungi dan saling mendidik.

6. Hiasan Bunga Teratai melambangkan keagungan dan kesucian. ini pengaruh dari agama Budha. Adapun hiasan daun bunga teratai bermakna delapan jalur menuju pengakhiran derita di Nirwana, antara lain menjauhkan keduniawian, berani, tekun, dan berperikemanusiaan.

7. Sigar merupakan ragam hias yang melambangkan saling mengasihi dan menghormati. Sigar adalah tudung kepala pengantin wanita Lampung yang berbentuk garuda terbang. Tudung mempunyai sembilan sisi sesuai jumlah warga yang terdapat di Lampung.

8. Bengkulu merupakan penghasil rempa-rempah noor 3 setelah maluku dan lampung. Orang bengkulu percaya bahwa kesaktian untuk menolak malapetaka. Bagian hias Daun si Dingin melambangkan tumbuhan yang dapat menentramkan hati. (kunjungi http://milikindonesia.info/ )

9. Di Kalimantan Barat burung Enggang dianggap keramat karena keistimewaan cara hidupnya. Burung Enggang dijadikan lambang dewa agung yang selalu setia melindungi. Topi perang dari burung enggang diperlukan untuk melindungi diri waktu perang.

10. Agama Kaharingan atau agama kehidupan merupakan kepercayaan asli yang dianut penduduk Kalimantan Tengah pada umumnya. guna meresapi arti kehidupan manusia , maka digunakan dongeng-dongeng suci sehingga tercipta ragam hias pohon hayat ( pohoin kehidupan ).

11. Ragam hias Kalimantan Selatan berbentuk buaya . Hiasan buaya banyak terdapat pada benda-benda keramat seperti tembok, mandau, perisai dan meriam .penduduk memiliki kepercayaan bahwa buaya sebagai pelindung sakti yang mempunyai kekuatan gaib.


12. Pada atap-atap rumah di kalimantan Timur selalu terlihat ragam hias yang bernama Anjing berbadan naga . Ragam hias ini melambangkan perwujudan kendaraan Dewa yang berkelana ke bumi. Dewa akan melimpahkan berkatnya pada para pemilik perhiasan ini.

13. Penutup rumah adat Sulawesi Utara selalu terdapat ragam hias yang disebut Tou yang berarti manusia. Sebagai bentuk perlambang bagi Tona'as yaitu manusia atau orang sakti yang telah menguasai kesempurnaan hidup.

14. Donggala terkenal dengan kerajinan tenunnya. Bahan kainnya terbuat dari benang sutra. Ragam hiasnya berbentuk bungga dan burung dan berdasar ilmu ukur yang khas.

15. Kendari ibu kota Sulawesi Tenggara dikenal dengan kerajinan peraknya yang sangat indah dan halus. Berbagai ragam hias menghiasi hasil kerajinan peraknya yang terdapat antara lain di cerek, tempat gula dan jambangan.

16. Ragam HiasTana Toraja terkenal dengan sebutan Geometris Toraja . Bentuk hiasanya berjumlah 90 macam. ragam hias itu terdapat pada dinding rumah adat sebagai ungkapankata hati pemiliknya. Orang yang lewat dapat membacanya melalui susunan hiasan itu.

17. Maluku terdiri dari kepulauan . penduduk pribuminya adalah nelayan-nelayan yang tangguh. Hidup mereka tak lepas dari atas perahu yang dihiasi secara sempurna. Sayap bidadari adalah ragam hias yang terdapat pada halauan perahunya.












Rabu, 11 Januari 2012

seni ukiran



Pengenalan
Seni ukiran kayu adalah seni kraftangan yang telah lama wujud di kalangan masyarakat Malaysia terutama bagi masyarakat Melayu, masyarakat etnik Sabah dan Sarawak serta masyarakat Orang Asli. Seni ukiran yang dipersembahkan melalui bahan kayu ini sama seperti seni ukiran yang lain cuma berbeza dari segi cara dan teknik pengukirannya. Seni ini begitu berkembang luas kerana Malaysia merupakan sebuah negara yang mempunyai hasil kayu-kayan yang banyak di mana terdapat kira-kira 3000 spesis kayu-kayan di negara kita. Di samping itu juga, kayu adalah bahan alam yang sangat sesuai untuk diukir dan boleh dipelbagaikan kegunaannya. Dalam bidang ini, fokus akan ditumpukan kepada seni ukiran masyarakat Melayu, masyarakat etnik Sarawak dan masyarakat Orang Asli.

Sejarah Ukiran Kayu Melayu



Ukiran merupakan hasil seni rupa tradisi Melayu yang terulung. Sejarah seni ukir di Tanah Melayu banyak terdapat dalam catatan-catatan sejarah iaitu dalam Sejarah Melayu di mana dikatakan seni ukiran Melayu tradisi telah ada sejak lebih 500 tahun dahulu. Pada ketika itu, orang-orang Melayu sudah memberi perhatian yang istimewa terhadap seni ukiran pada bangunan seperti istana dan rumah kediaman. Raja-raja Melayu pada zaman dahulu memainkan peranan penting dalam memperkembang dan menghidupkan suasana seni ukiran. Hingga kini peninggalan istana-istana lama memperlihatkan betapa indah dan uniknya ukiran-ukiran yang diterapkan pada istana-istana tersebut. Di Semenanjung Malaysia, kekayaan seni ukiran kayu orang Melayu paling ketara pada binaan rumah tradisional terutama di Kelantan, Melaka dan Negeri Sembilan.

Teknik dan Gaya
Ukiran kayu dapat dilaksanakan dengan berbagai-bagai teknik dan penggunaan satu-satu teknik itu banyak bergantung pada kebolehan dan kemahiran pandai kayu. Tiga teknik utama dan gaya di dalam seni ukiran Melayu ialah tebuk terus, tebuk separuh dan tebuk timbul. Bentuk ukiran juga ada tiga jenis utama iaitu bujang, lengkap dan pemidang

Bentuk Bujang

Bentuk ini berdiri terasing, bebas, dan tidak terikat, berkait atau bersambung-sambung. Biasanya bentuk ini menampilkan motif bulan, bintang, matahari, kuntuk bunga ataupun putik buah.

Bentuk Pemidang
Bentuk ini menampilkan motif yang menggambarkan pergerakan sederhana dan tidak berbelit-berbelit. Bentuk ini mempunyai bingkai atau pemidang.


Ukiran-ukiran yang dibuat dalam bentuk ini diberi nama-nama yang menarik seperti itik pulang petang, badak mudik, setampuk manggis dan lain-lain. Biasanya Bentuk pemidang digunakan untuk jala-jala rumah serta benda-benda yang terdapat di dalam rumah seperti tepak sirih, almari dan dulang kayu.

Bentuk Lengkap

Bentuk ini menggabungkan ciri-ciri bentuk bujang dan bentuk pemidang. Bentuk ini menitikberatkan unsur tumbuh-tumbuhan, merangkumi akar, batang, buah, dahan, daun, putik dan sulurnya.

Alat dan Motif
Alat-alat yang digunakan untuk seni ukiran adalah seperti gergaji, ketam, tukul besi dan paling penting pahat. Motif ukiran kayu orang Melayu terbahagi kepada beberapa jenis ;
Motif makhluk halus, contohnya ayam, badak dan itik (ayam berlaga, badak mudik dan itik pulang petang)

Motif angkasa atau kosmos yang menerapkan gambaran awan larat seperti bintang, matahari, bulan dan bukit bukau

Motif Geometri menampilkan bentuk bulatan dan bentuk segitiga yang disusun berderet. Kadangkala bentuk segitiga ini dicantum dengan sulur-sulur tumbuhan. Biasanya, motif-motif ini terdapat pada alat-alat tembikar, sarung keris, tepak sirih dan barang-barang tembaga.

Motif seni khat atau kaligrafi, menggunakan huruf Arab, terutamanya petikan Quran dan tulisan Jawi. Motif ini banyak terdapat di ambang pintu rumah, masjid dan surau serta pada alat-alat keagamaan seperti rehal.



Penggunaan

Seni ukiran kayu di kalangan masyarakat Melayu bukan sahaja terdapat pada rumah-rumah tetapi penjelmaan dan penerapannya terdapat pada istana-istana raja, binaan masjid dan mimbarnya, surau, wakaf, pintu gerbang, alat-alat permainan masa lapang, alat-alat muzik tradisi, perabot seperti almari, katil, kerusi, meja, dan kepala perahu yang disebut bangau, alat-alat senjata, peralatan memasak, peralatan pertukangan dan pengangkutan tradisi seperti perahu, kereta kuda dan kereta lembu.

Pengenalan
Pengenalan Di Semenanjung Malaysia penggunaan bahan logam dalam keperluan hidup manusia telah bermula sejak zaman purba lagi. Kepandaian menggunakan bahan logam di zaman purba adalah sesuatu yang sangat menarik kerana logam adalah bahan yang tidak boleh dipecah-pecahkan untuk menghasilkan sesuatu alat seperti alat-alat yang diperbuat daripada batu. Penggunaan alat-alat daripada logam yang berukir berterusan hingga kini. Orang-orang Melayu juga banyak sekali menghasilkan beraneka jenis alat yang diperbuat daripada logam. Seni ukiran pada alat-alat logam yang dihasilkan oleh tukang-tukang Melayu dapat kita lihat pada senjata-senjata tradisional, peralatan rumah, perhiasan diri serta barangan-barangan lain. Maklumat berkaitan seni ukiran logam daripada perak dan tembaga akan dipaparkan menerusi bidang ini.

Ukiran Tembaga


Logam tembaga ditemui manusia kira-kira 8000 tahun sebelum Masehi. Sekitar 4500 kemudian, manusia menemui teknik untuk mencampurkan tembaga dengan timah. Campurai atau aloi dua logam itu dikenali sebagai gangsa. Di Greece, Zaman Gangsa bermula sebelum 3000 SM dan di China, sekitar 1800 SM. Kemahiran kerja logam dipercayai diketahui di Asia Tenggara sejak lama sebelum era Masihi lagi. Ekskavasi arkeologi di Phumi Mlu Prey, Kemboja telah menemui kesan-kesan kerja pengacuan gangsa dan besi yang diusahakan sebelum abad pertama Masihi. Artifak gangsa juga telah diperolehi daripada ekskavasi yang dijalankan di tapak tamadun Dong Son, Vietnam yang wujud antara abad kelima dan abad pertama SM. Di Malaysia, artifak gangsa yang tertua ialah genta (loceng) yang ditemui di daerah Klang yang banyak mempunyai persamaan ciri dengan genta gangsa Dong Son. Artifak tembaga yang tertua pula ialah gong yang ditemui di Terengganu. Perusahaan tembaga di negara ini kebanyakannya berpusat di pantai timur Semenanjung iaitu di Kelantan dan Terengganu. Tukang-tukang tembaga yang mahir dikenali sebagai 'pandai tembaga'.

Proses Pembuatan
Di samping warnanya yang lebih menarik, tembaga cair pada suhu yang lebih rendah berbanding besi, iaitu kira-kira 1000 darjah celcius. Ini menjadikan tembaga lebih mudah dibentuk. Kraftangan tembaga di Malaysia dihasilkan melalui dua kaedah utama iaitu acuan penghapusan lilin dan goresan timbul.
Acuan Penghapusan Lilin. Teknik ini boleh dibahagikan kepada empat langkah;

Pembentukan - proses membentuk kayu untuk dijadikan asas acuan dan merangka bentuk dan corak barang yang akan dihasilkan.

Membuat Acuan - Proses membuat kelonsong atau teras bentuk barang yang diingini. Acuan dicelup ke dalam lilin berulang kali mengikut ketebalan yang dikehendaki. Kemudian lilin dilarik supaya seimbang dan sama rata, sesuai dengan bentuk luar barang itu. Lilin yang telah siap dilarik, ditampalkan dengan tiga lapisan tanah liat halus.

Lebur/Menuang - Proses mencairkan campuran logam dan memasukkannya ke dalam acuan. Tembaga dileburkan di dalam bekas khusus menggunakan api dapur yang dipanggil relau. Api relau juga digunakan untuk mencairkan lilin di dalam tanah liat halus. Lilin cair itu dituang keluar, meninggalkan rongga yang membentuk acuan. Dalam satu variasi teknik ini, lilin acuan dibalut dengan campuran tanah liat, pasir dan sekam padi. Apabila acuan dibakar , lilin mencair dan menyerap ke dalam campuran pembalut itu. Cairan tembaga lebur dituangkan ke dalam acuan itu dan ditinggalkan hingga sejuk dan membeku. Kemudian, tanah liat yang dijadikan acuan itu dipecahkan untuk mendapatkan barangan tembaga yang masih kasar permukaannya.

Mencuci/menggilap - Proses ini melibatkan kerja-kerja pengemasan yang merangkumi mencuci, memateri,mengikis dan menggilap. Tompok-tompk hitam dan logam yang berlebihan pada barang yang dikeluarkan dari acuan, dikikis hingga bersih. Ciri-ciri yang tidak dapat dibentuk di dalam acuan, dipaterikan. Kemudian barang itu digosok dengan kertas pasir dan digilap dengan sejenis kimia yang memberikan kemasan halus dan berseri.
Kemasan

Semua barang yang telah siap digilap diperiksa untuk memastikan tiada kecacatan. Jika terdapat lubang halus, misalnya, lubang itu ditampal dengan timah hitam. Biasanya bahan-bahan tembaga dihiasi dengan biku-biku di kelilingnya. Motif yang popular banyak yang berbentuk geometri, awan larat dan bunga-bungaan. Untuk rekacorak yang lebih halus dan rumit, kaedah goresan timbul atau etching digunakan. Mula-mula rekacorak itu dilukis dan diambil gambarnya. Kemudian negatif gambar itu disalutkan selapis kimia khusus dan diturunkan ke atas permukaan tembaga.
Goresan/ukiran timbul Satu lagi teknik kerja kraftangan tembaga ialah teknik ukiran timbul atau tooling. Dalam teknik ini, kepingan tembaga ditekan supaya alat runcing yang tumpul supaya permukaannya timbul, membentuk gambaran yang dikhendaki. Ruang yang tenggelam itu kemudian diisikan dengan sejenis gala yang mengeras dan memastikan gambaran yang terhasil tidak kemek.
Alat dan Proses

Kelengkapan utama yang diperlukan untuk kerja mengukir tembaga ialah penukul kayu, gunting, set alat pengukir, penggilap dan cat gelap. Proses mengukir melibatkan langkah berikut:
Rekacorak yang ingin dihasilkan dilukis selengkapnya di atas kertas. Kemudian rekacorak itu dipindahkan ke kepingan tembaga samada dengan menekapnya atau dengan membuat lukisan bernisbah, mengikut saiz yang diperlukan.

Kepingan tembaga yang tertera dengan rekacorak, diletakkan di atas sehelai kain selimut atau beberapa helai kertas yang dibentangkan di atas permukaan rata. Alas kain atau kertas ini membolehkan permukaan tembaga yang ditekan atau diketuk tenggelam tetapi tidak mencalarkan permukaan di sebaliknya.

Dengan gaya memahat, penukul dengan cermat diketukkan ke kepala alat ukir, hingga permukaan keping tembaga perlahan-lahan lekuk. Kemudian bahagian yang lekuk itu diisikan dengan bahan lepa. Sekarang, biasanya simen digunakan sebagai bahan lepa, tetapi dahulu gala dempul lebih kerap digunakan. Dempul ialah campuran kapur dan minyak jarak.

Apabila lepa kering, cat gelap disapukan pada seluruh permukaan rekacorak. Kemudian, setelah cat kering, rekacorak itu digilap. Dalam proses ini, bahan penggilap disapukan pada bahagian-bahagian tertentu untuk menanggalkan cat dan menyerlahkan warna dan cahaya tembaga. Apabila siap, kepingan tembaga hasil kraftangan dibingkaikan.
Penggunaan

Biasanya hasil kraftangan ukiran tembaga ialah tulisan khat berupa ayat al-Quran yang dipamerkan di dinding-dinding dan ambang pintu masjid dan rumah. Selain itu, ukiran tembaga juga digunakan sebagai mural atau lukisan dinding untuk menghias pejabat, atau sebagai plak untuk memperingati sesuatu acara.

Ukiran Perak

Mengetuk corak pada logam perak
Seni pertukangan perak merupakan salah satu daripada cabang kesenian orang Melayu yang amat terkenal di Negeri Kelantan. Kesenian perak ini dikatakan adalah agak baru jika dibandingkan dengan kesenian-kesenian ukiran yang lain. Kemahiran bertukang orang Melayu dipercayai memang sudah ada sejak zaman berzaman lagi, iaitu hasil pengaruh tamadun 'Hindu' yang memang terkenal dengan pertukangan barangan logam seperti tembaga dan emas. Dengan ini, perusahaan barang-barang perak ada kaitan rapat dengan bidang perusahaan emas dan tembaga kerana terdapat persamaan dari segi pembuatannya. Dari segi sejarah umumnya, didapati manusia mula menggunakan wang perak pada zaman 800 SM dan sejarah ukiran perak di Kepulauan Melayu pula muncul sejak dari zaman Sri Vijaya lagi dan terus berkembang hingga ke daerah-daerah lain di nusantara. Ukiran perak seterusnya telah berkembang ke tahap industri kampung atau cottage industry apabila Inggeris datang ke Tanah Melayu pada abad ke 18 dan memajukan perusahaan ini.

Reka corak & Motif

Masyarakat yang mengenali seni pertukangan perak akan mengakui bahawa seni ukiran perak mempunyai keindahannya yang tersendiri. Keindahan yang dimaksudkan bukan pada seni rupa atau rekabentuk sesuatu ciptaan itu sahaja, malahan juga pada pengolahan satu-satu motif dalam rekacorak awan larat dan falsafah yang terselindung di sebaliknya mengikut daya imaginasi jiwa pencipta awan larat. Rekacorak dalam pertukangan perak merupakan ciri terpenting yang dikira dapat membezakan di antara rekacorak Melayu tradisi dengan rekacorak masyarakat lain di samping dapat menghuraikan segala aspek yang tertentu terhadap sejarah dan perkembangannya.

Motif dalam seni ukiran perak terbahagi kepada tiga iaitu motif bunga-bungaan, motif tumbuh-tumbuhan dan binatang.

Motif Bunga-bungaan Jenis-jenis bunga yang selalu dijadikan motif dalam rekacorak pertukangan perak ialah:
Bunga Mentari
Bunga Padi
Bunga Kiambang
Bunga Senduduk
Bunga Teratai
Bunga Dahlia
Bunga Langsat
Bunga Mawar
Bunga Orkid
Bunga Kelambu
Bunga Manggis
Bunga Melur
Bunga Raya
Bunga Baling
Motif Flora

Tukang-tukang perak Melayu menggunakan alam tumbuhan yang dilihat dalam alam sekelilingnya sebagai sebagai asas untuk menghasilkan satu rekacorak. Tumbuhan-tumbuhan yang biasa digunakan adalah dari kumpulan yang hidup menjalar dan boleh dijadikan sayur atau ulam seperti;



Daun Sembung Bidadari Pucuk Kangkung Daun Dalur Pucuk Paku Daun Sekati Lima Sulur Kacang Botol Daun Labu Sulur Kacang Panjang Daun Kundur Buah Cili Pucuk Petola

Motif Fauna
Kadang-kadang terdapat juga motif-motif rekacorak yang menggunakan bentuk-bentuk haiwan. Bagaimanapun motif-motif seperti ini tidaklah digambarkan dalam bentuk yang nyata. Kebanyakan bentuk binatang yang digunakan dalam rekacorak ukiran perak masyarakat Melayu ialah binatang ternakan seperti ayam dan burung. Disamping motif binatang terdapat juga motif serangga dalam rekacorak pertukangan perak ini.

Motif-motif binatang yang biasa digunakan ialah ; Gajah Burung Kuda Jari Lipan Ikan Belanak Rama-rama Patung-patung Kumbang Lalat/lebah

Proses Pembuatan

Proses membuat barang perak berbeza-beza, bergantung samada barang yang hendak dihasilkan itu kasar (besar) atau perhiasan halus. Barang kasar merangkumi kendi, tepak sirih, kaki lilin dan kotak borang kemas, cucuk sanggul, kerongsang, pin baju dan sebagainya. Manakala barang perhiasan termasuk cincin, gelang, rantai dan sumpamanya.

Prosesnya adalah seperti berikut;
Proses melebur adalah peringkat awal dalam kerja pertukangan perak. Perak mentah, berbentuk butir atau biji akan dipanaskan hingga cair atau di dalam acuan khas yang diperbuat besi penuang. Perak cair pada suhu 96 darjah celcius.

Perak yang cair itu dituang ke dalam acuan besi menuang. Besi menuang mempunyai dua bentuk iaitu yang berbentuk leper bagaikan pinggan dan yang membentuk dawai kasar.
Proses yang paling rumit dalam pertukangan perak ialah proses pembentukan barang yang ingin dihasilkan, daripada kepingan, atau dawai atau gabungan kedua-duanya. Bentuk barang itu hendaklah seimbang dan rata atau melengkung dengan tekal. Jika barang peranggu (set) yang dihasilkan, barang-barang yang sepatutnya sama besar mestilah sama besar.



Untuk barang kasar, pertama, tukang perak membuat pasolan iaitu rangka barang itu dengan ukuran seperti yang dikehendaki. Pasolan dibuat daripada zink nipis atau kertas tebal. Kemudian, perak leper daripada acuan diketuk di atas andas kayu yang rata, berlubang atau berbonggol. Seringkali dua atau tiga kayu andas diperlukan untuk mendapatkan sesuatu bentuk yang direka. Barang kasar jarang yang dapat dibentuk daripada cuma sekeping perak, biasanya beberapa bahagian diperlukan. Bahagian-bahagian itu dibentuk secara berasingan dan kemudian dicantum dengan pateri. Sebelum dipateri, bahagian-bahagian itu dibersihkan daripada kotoran, terutama minyak yang boleh menjejaskan cantuman. Untuk barang perhiasan halus, tukang lebih sebabg bekerja dengan perak dawai. Penggunaan dawai juga mengurangkan kemungkinan pembaziran kerana perak logam yang mahal.

Barang kasar yang telah siap dibentuk, dikemaskan dengan corak hiasan dengan menggunakan 'teknik pahat' atau 'teknik tebuk' (gergaji). Kemudian barang itu dicuci dengan besi penggosok, dikikir dengan kikir halus dan dipelas dengan kertas pasir.

Proses yang terakhir ialah proses menggilap. Barang-barang perak digilap dengan menggunakan air sabun dan berus dawai tembaga halus untuk menghapuskan kekotoran yang berminyak dan seterusnya menyerikan barang itu. Banyak barang kraftangan perak dihasilkan atas tempahan khusus.
Penggunaan

Jika dahulu, golongan bangsawan dan pembesar negeri yang banyak membuat tempahan, sekarang tempat mereka telah diambil alih oleh usahawan di sektor pelancongan, terutama pengusaha perhotelan. Dengan perubahan gaya hidup masyarakat, selera pengguna juga berubah. Kini kraftangan perak telah dipelbagaikan kegunaannya. Banyak yang dijadikan cenderamata tetapi tidak kurang juga yang mempunyai kegunaan walaupun berbentuk perhiasan. Contohnya, penyangkut kelambu, cangkir, pinggan peranggu, kaki lilin, bekas abu rokok dan juga perhiasan diri seperti gelang dan rantai.